Efek Samping ‘Obat Warung’ (Obat Bebas)

Oleh : Zulfan Zazuli, S.Farm, Apt.

Masyarakat Indonesia lazim mendengar dan mengenal istilah ‘obat warung’, yaitu yang ditujukan pada obat-obatan yang dapat diperoleh secara bebas di di pasaran, termasuk di warung-warung pojok gang. Meskipun berstatus obat yang dapat diperoleh dengan bebas tanpa resep dokter dan digunakan ‘hanya’ untuk keluhan yang sifatnya ‘sepele’, ‘obat warung’ tetaplah suatu sediaan obat dengan karakteristik yang khas.

Sediaan obat (apapun bentuknya, termasuk obat tradisional), selain mengandung efek terapi juga tidak akan pernah lepas dari yang dinamakan efek samping. Efek samping obat adalah efek yang umum ditemui pada penggunaan obat dalam rentang dosis terapinya. Keberadaan, frekuensi,dan durasi munculnya efek samping bisa jadi berbeda pada tiap individu, tergantung pada dosis obat, frekuensi penggunaan, cara pakai, kondisi fisik pengguna, hingga genetis dari pasien. Efek samping yang muncul perlu dicermati gejala dan tandanya agar kita sebagai pengguna bisa mencegah dan mengatasinya dengan benar.

‘Obat warung’ yang dimaksud di sini adalah obat-obatan yang mengandung satu atau lebih zat dengan penandaan label lingkaran hijau. Biasanya digunakan untuk meredakan pusing, nyeri, flu, batuk, hidung tersumbat, sakit lambung (sakit maag), diare/mencret, dan sembelit (konstipasi). Berikut adalah kandungan obat-obatan yang dimaksud.

1.       Parasetamol

Di pasaran bebas, parasetamol tersedia dalam bentuk tablet maupun sirup (termasuk sirup tetes). Obat yang digunakan untuk mengatasi pusing dan demam ini memang tergolong paling aman dibandingkan dengan obat pusing/demam lainnya. Penggunaan parasetamol dosis tinggi (diatas 2g sehari) dalam jangka waktu panjang dapat memicu terjadinya efek toksik pada hati. Tips : parasetamol tidak disarankan untuk dikonsumsi dalam dosis tinggi dan secara rutin tanpa pemantauan dari dokter atau apoteker.

2.       Bromhexine HCl

Di pasaran bebas, bromhexine ada dalam bentuk sirup. Bromhexine lazim digunakan untuk mengencerkan dahak pada penderita batuk berdahak. Efek samping yang dapat muncul yaitu diare, mual, gangguan saluran cerna ringan. Tips :Untuk menghindari efek tidak nyaman pada pencernaan, bromhexine sebaiknya diminum sesudah makan.

3.       Guaifenesin atau Gliseril Guaiakolat

Giafenesin tersedia dalam tablet maupun sirup. Obat ini digunakan untuk mengencerkan dahak pada batuk.Bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan dapat memicu terbentuknya batu ginjal. Tips : gunakan sesuai aturan pakai.

4.       Chlorpheniramine maleat (CTM)

Merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi alergi. Efek samping yang paling sering muncul adalah efek mengantuk dan haus yang ditimbulkan. Tips :pengguna CTM tidak disarankan untuk mengemudikan kendaraan setelah dan selama masih meminum CTM.

5.       Pseudoephedrine HCl (hanya tersedia dalam kombinasi dengan obat lain)

Pseudoephedrine  biasanya digunakan bersamaan dengan paracetamol dan obat antialergi (CTM atau loratadine) untuk meredakan gejala flu. Pseudoephedrine sendiri digunakan untuk meredakan hidung tersumbat. Efek samping yang dapat muncul yaitu tremor (gemetar), gejala sulit tidur, detak jantung tidak teratur, meningkatnya tekanan darah, hilang nafsu makan, dan mulut terasa kering.Namun efek samping perlahan akan hilang ketika pemakaian obat dihentikan. Tips : bila muncul efek samping tersebut dan sudah tidak dapat ditoleransi (tidak dapat ditahan dan terasa tidak nyaman) hentikan penggunaan dan segera hubungi dokter terdekat.

6.       Phenylpropanolamine (hanya tersedia dalam kombinasi dengan obat lain)

Fungsi phenilpropanolamine sama dengan pseudoephedrine, yaitu untuk meredakan gejala hidung tersumbat pada flu. Efek samping yang dapat muncul pun relatif sama dengan pseudoephedrine.

7.       Antasida (Alumunium hidroksida dan magnesium hidroksida)

Antasida, baik dalam bntuk tablet maupun cairan suspensi digunakan untuk meredakan gejala serangan tukak (sakit maag). Efek samping yang dapat muncul yaitu mual, diare atau konstipasi (sembelit) yang meningkat resikonya sesuai dengan kenaikan dosis. Tips : perbanyak konsumsi air putih saat meminum antasida.

 

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan mengenai efek samping obat adalah reaksi alergi. Pada pengguna yang alergi (hipersensitif) pada obat-obatan tersebut maupun bahan formulasi lain yang terkandung dalam obat, meminum obat tersebut dapat memicu reaksi alergi. Kejadian alergi ini relatif jarang terjadi namun tetap perlu kita cermati. Bila muncul reaksi alergi (misalnya ruam, kulit kemerahan, gatal, bengkak, demam, detak jantung cepat, nafas sesak dan tersengal) setelah meminum obat, segera hentikan penggunaan dan hubungi dokter terdekat.

Kapan obat-obatan ini tidak boleh digunakan?

Paracetamol tidak boleh digunakan pada Anda yang memiliki gangguan fungsi hati berat.

Ibu hamildan menyusui sebaiknya jangan menggunakan obat yang mengandung pseudoephedrine dan phenylpripanolamine mengingat resiko efek samping yang dapat membahayakan kondisi ibu dan janinnya. Selain itu Anda yang menderita hipertensi berat dan penyakit jantung koroner (PJK) juga dilarang menggunakan obat ini.

Penggunaan pseudoephedrine dan phenylproanolamine juga dilarang bila Anda sedang menggunakan obat golongan MAOI (monoamine oxidase inhibitor) seperti isoniazid (INH), selegiline, linezolide, dan lain-lain selama 14 hari terakhir karena dapat menyebabkan hipertensi berat.

Chlorpheniramine maleate (CTM) tidak boleh digunakan pada Anda yang menderita glaukoma sudut sempit,serangan asma,  terapi obat MAOI, pada bayi yang baru lahir prematur, dan pada ibu menyusui.

Sekali lagi, walaupun obat-obatan di atas merupakan obat bebas, bukan berarti bebas dari efek samping dan resiko. Oleh karena itu, kenali dan pahami efek samping serta penanganannya. Bila efek samping tak tertahankan atau gejala tidak mereda, segera hentikan penggunaan dan hubungi dokter.  Untuk informasi ebih lanjut, tanyakanlah pengobatan yang Anda terima pada apoteker.

Semoga bermanfaat! Salam hangat, salam sehat!

Leave a comment